ciamiszone.id :
Sebuah Opini
oleh : Didon Nurdani
Melanjutkan tulisan saya sebelumnya tentang wilayah kerja Lembaga Kesenian di Kabupaten Ciamis kemarin, dan saya membayangkan, jika saja Lembaga semacam itu sudah terbentuk.
Dengan Wilayah kerja yang berkutat di tataran konsep, inventarisasi dan kurasi, rencana, penelitian dan pengembangan, pemberdayaan dan aktualisasi, tentu Lembaga ini harus diposisikan dengan jelas.
Lembaga ini tidak terbentuk sebagaimana halnya lembaga-lembaga yang sudah ada, organisasi atau bahkan paguyuban dibawah naungan Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olah Raga (DISBUDPORA) Kabupaten Ciamis.
Setidaknya posisi lembaga ini idealnya ditempatkan sebagai rekan bagi Dinas pemangku kebijakan. Perhatian pada objek seni akan lebih berimbang.
![]() |
Kesenian helaran Bebegig Sukamantri dari Kecamatan Sukamantri Kab. Ciamis |
Dari sudut pandang eksternal
Dalam hal ini pelaku seni sebagai masyarakat, salah satu contoh kasus, selalu terdengar suara-suara hampir sama, “nu ditanggap teh ngan eta deui – eta deui”.
Ini merupakan ungkapan kecemburuan yang bukan hanya satu dua kali dari satu atau dua orang pelaku seni terdengar, dan hal ini terjadi sudah cukup lama. Para pelaku seni yang tidak pernah “diajak” tentu hanya sampai mengelus dada.
Saya percaya, terlepas dari baik dan buruknya sangkaan, tentu ada alasan-alasan tertentu yang mendasari kejadian ini. Namun sayangnya, alasan-alasan tersebut tidak diungkap secara transparan dan diketahui pelaku seni yang lain. Hanya diketahui pihak berkepentingan.
Maka untuk menghindarkan kecemburuan tersebut, kurasi yang berimbang perlu dilakukan bukan hanya oleh Dinas Kebudayaan, tapi menyertakan peran lembaga kesenian sebagai wujud keterwakilan pelaku seni.
Mekanisme kurasinya diatur dan tentu disepakati bersama antara Dinas Kebudayaan dan Lembaga Kesenian.
Masalahnya, ketika hal ini dilakukan, tentu akan mengganggu mekanisme pemilihan atau penunjukan yang selama ini dilakukan oleh Dinas Kebudayaan.
Tinggal kita bertanya, bersediakah Dinas kebudayaan berbagi kewenangan dengan Lembaga Kesenian tersebut?
Tapi saya pikir harus mau. Karena dari yang telah dilakukan selama ini telah menimbulkan pertanyaan dan kecemburuan pada para pelaku seni. Mumpung belum menjadi apriori yang menyebar lebih luas dan mengemuka dari pelaku seni kepada Dinas Kebudayaan Kabupaten Ciamis. Ini tentu tidak elok jadinya.
Dari sudut pandang internal.
Jika lembaga kesenian yang dibentuk, ditempatkan sebagai rekan oleh Dinas BUDPORA Kab. Ciamis dan memiliki kewenangan sejauh itu, hal ini pun rawan terjadi masalah.
Beberapa tahun lalu juga pernah terbentuk sebuah lembaga dengan nama “Dewan Kesenian Galuh”. Namun karena kurangnya sosialisasi dan kesepahaman diantara para pelaku seni saat itu, sehingga terjadi reaksi dari yang kurang elok diantara mereka. Dari kecemburuan dan merasa eksistensinya tidak terwakilkan serta kepentingannya tidak tersuarakan, akhirnya terjadi penolakan dan bahkan hingga mendirikan lembaga tandingan.
Mengapa hal ini menjadi masalah internal ?
Bagi saya, ini bertolak dari personal para anggota lembaga kesenian tersebut. Mereka masih membawa pribadi dan kelompoknya. Tidak sepaham bagaimana menjalankan tugas dan fungsinya sebagai anggota lembaga. Karena bertolak dari kompetensi pada bidangnya masing-masing.
Maka, kesepahaman tugas dan fungsi menjadi anggota lembaga kesenian adalah hal dasar dan mutlak diperlukan.
Jika tidak, maka tentu akan terjadi “pagedrug” tanpa akhir. Bahkan lebih parahnya lagi, terjadi perebutan proyek dan event-event seni yang dilimpahkan dari Dinas, dan itu diantara mereka sendiri sebagai anggota lembaga. Apa bedanya dengan yang sudah terjadi ?
Kuncinya, lembaga kesenian yang dibentuk harus diisi oleh orang-orang yang punya integritas, mampu menjadi jembatan komunikasi, mampu mengesampingkan ego pribadi dan kelompok serta memiliki perhatian dan empati yang tinggi terhadap kegelisahan para pelaku seni.
Apakah orang-orang ini harus pelaku seni ?
Tentu tidak selalu harus dari pelaku seni. Tetapi setidaknya mereka tahu, kenal dan paham tentang kesenian di Kabupaten Ciamis.
Apakah orang semacam ini ada ?
Saya yakin, pasti ada.
Tinggal bagaimana memilihnya dengan “gemet” melalui mekanisme dan etika oleh tim yang dipercaya independent dan berintegritas oleh Pemerintah sebagai representasi dari negara. (DIDON)
(Didon Nurdani adalah pelaku seni teater di Kabupaten Ciamis)
0 Comments