CIAMIS,- Dalam
sosialisasi Stop Pernikahan Anak yang dilaksanakan Gabungan Organisasi Wanita (GOW)
Kabupaten Ciamis di Gedung Puspita Ciamis, Kamis (14/11/2024), menurut Ketua
GOW Kabupaten Ciamis, Dra. Hj Talbiyah Munadi, MH., sosialisasi bertujuan untuk
memberikan edukasi kepada orangtua khususnya para ibu-ibu untuk mencegah
pernikahan dini.
Kepala
Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Ciamis, Dr. Dian Budiyana yang hadir
sebagai pemateri mengatakan, pernikahan anak merupakan masalah bersama dan
diperlukan sinergitas dari beberapa pihak dalam menanganinya.
"Kita
harus bersinergi dalam mengatasi pernikahan anak sesuai dengan peran dan
tugasnya masing-masing. Dengan mencegah pernikahan dini, ini juga sebagai upaya
untuk menurunkan angka stunting," katanya.
Menurutnya,
pernikahan di bawah umur memiliki peluang lebih besar untuk mengalami kekerasan
fisik, psikis, seksual, dan penelantaran, perkawinan usia anak juga memiliki
dampak antar generasi.
Bayi
yang dilahirkan oleh pasangan di bawah umur, memiliki resiko kematian lebih
tinggi, dan kemungkinannya dua kali lebih besar untuk meninggal sebelum usia
satu tahun.
"Bayi
juga memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk lahir prematur, dengan berat
badan lahir rendah, dan kekurangan gizi," jelasnya.
Ditegaskan,
untuk mengurangi angka kelahiran anak stunting maka pernikahan anak wajib
dicegah. Dalam mencegah pernikahan anak perlu adanya kolaborasi dengan berbagai
pihak.
"Pencegahan
harus melibatkan semua pihak, termasuk orangtua, keluarga, pemerintah, dan
lembaga terkait, yang diharapkan dapat tercipta lingkungan yang mendukung
perkembangan anak-anak secara optimal," katanya.
Sementara
Penjabat Ketua TP-PKK Kabupaten Ciamis, Iis Cahyaningsih mengatakan, kemajuan
teknologi digital telah memberikan manfaat positif yang besar bagi kehidupan
manusia, namun teknologi juga bisa membawa dampak negatif, termasuk kepada
anak-anak yaitu makin mudahnya mereka memperoleh hal-hal negatif yang belum
sesuai dengan usianya, seperti halnya pornografi.
"Hal
ini, sedikit banyak telah mempengaruhi pola pikir dan pola pergaulan mereka
sehingga banyak anak yang terlibat dalam pergaulan bebas," katanya.
Disisi
lain, dikarenakan lingkaran kemiskinan, sehingga banyak anak yang memiliki
cita-cita tinggi, namun pada akhirnya harus mendapati kenyataan, sekolah mereka
terputus di tengah jalan. Sebagai upaya untuk meringankan beban orang tua maka
mereka dengan terpaksa harus menikah dalam usia yang masih muda.
"Itu
hanyalah dua contoh mengapa banyak terjadi pernikahan anak di sekitar kita,
masih banyak alasan lainnya seperti faktor sosial budaya, agama, lingkungan dan
pandangan orang tua," jelasnya.
Menurutnya,
anak-anak harus tumbuh dan berkembang sesuai usianya, tugas orangtua adalah
membimbing dan mengawasi mereka agar tetap berada pada koridor yang benar dan aman,
sehingga mereka akan tumbuh menjadi generasi emas indonesia tahun 2045, yang
mampu dan siap lahir batin ketika memasuki jenjang pernikahan.
"Mari kita bergerak bersama untuk mencegah terjadinya pernikahan anak, dengan memaksimalkan 8 fungsi keluarga, terutama fungsi gama, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi dan fungsi sosial budaya, memaksimalkan kinerja tim pendamping keluarga yang bertugas mendampingi keluarga," ungkapnya. (Nank)*
0 Comments