CIAMIS,-
Kepala Desa Panjalu, Kecamatan Panjalu, H Yuyus Surya Adinegara menolak untuk
menandatangi berkas pekerjaan revitalisasi Situ Lengkong Panjalu yang disampaikan
oleh kontraktor sebagai bukti selesainya proyek senilai Rp10,2 miliar yang
bersumber dari APBD Provinsi Jabar tersebut.
Menurut
Yuyus, ditolaknya berkas tersebut karena kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan harapan dan memang
pekerjaannya belum selesai 100%.
“Saya
sebagai penerima manfaat menolak permintaan kontraktor untuk menandatangani
berkas pernyataan selesainya proyek tersebut,” katanya Senin (13/05/2024).
Menurut
H Yuyus, pekerjaan revitalisasi tidak sesuai dengan harapan dan menyisakan
masalah, bahkan kini terkesan terbengkalai. Tempat parkir saja
seharusnya bisa manampung lebih dari lima bis, tapi kenyataannya masuk dua bis
saja sudah sulit.
“Ini
terjadi karena masterplan tidak sesuai dengan harapan dan sikon Situ Lengkong
saat ini. Yang dipakai justru masterplan lama yang belum selesai. Tapi
sebelumnya sudah ada kesepakatan bisa dirobah diperjalanan, namun kenyataannya
saran saya tidak digubris kontraktor. Hasilnya sangat mengecewakan,” katanya.
Diakuinya,
yang heran justru ada kabar pihak pemberi kerja sudah menyelesaikan seluruh
pembayarannya kepada kontraktor padahal dirinya tidak pernah menandatangani
berkas penyataan selesai.
“Jangan-jangan
tandatangan saya dipaslukan,” katanya menduga-duga.
Terkait
polemik yang terjadi akibat banyaknya warga yang dirugikan karena belum
dibayarnya upah tenaga kerja dan hutang ke warung mencapai puluhan juta,
sebagai Kepala Desa dirinya ikut turun tangan memfasilitasi, namun menemui
jalan buntu karena kontrakstor saat ini sulit dihubungi.
“Kasihan
warga saya, mereka pencahariannya berdagang eh malah tidak dibayar, jumlahnya
mencapai puluhan juta rupiah lagi,” katanya.
Menurut
H Yuyus, terkait revitalisasi Situ Lengkong Panjalu, dirinya atas nama Pemdes Panjalu
beserta masyarakat menghaturkan banyak terima kasih kepada Pemprov Jawa Barat
atas perhatian atensinya ke Obwis Situ Lengkong Panjalu yang memang sangat
membutuhkan penataan baik di perairan maupun di seputarnya.
“Perairan
tentunya sedimentasi yang sudah di atas 60% kita perlu penyikapan terkait
batas-batas Situ Lengkong banyak yang tidak jelas, mudah-mudahan dengan konsep
revitalisasi ini baik perairan maupun batas-batas menjadi jelas untuk penataan
ke depan,” jelasnya.
Kades
Yuyus berharap, pemerintah bisa menyelesaikan pekerjaan sesuai harapan pada
saat awal, di asistensi terkait konsep objek wisata Situ Lengkong.
Menurut
Yuyus, daerah ini menjadi pusat objek religi, yang dibutuhkan itu ruang yang
sangat banyak, apalagi Sabtu Minggu bisa mencapai 40 sampai 60 bus per hari,
butuh ruang untuk berteduh dan fasilitas yang mendukung. Namun kondisi saat ini
mengecewakan bagi kami terhadap konsep yang ada, namun demikian dirinya yakin
pemerintah di atasnya dalam hal ini DSDA akan fokus komitmen terkait
penyelesaian pekerjaan revitalisasi Situ Lengkong Panjalu sampai tuntas.
“Bukan
berarti saya menolak, saya bilang terima kasih banyak, kami hanya menolak
kondisi konsep pekerjaan sampai saat ini,” tegasnya seraya mangkui, konsep revitalisasi
gagal dan konstruksi juga gagal.
Saya
tidak tahu kalau speknya, tapi secara konsep ini tidak mendukung objek wisata
religi, dikhawatirkan ini tiap hari akan terjadi keributan di area sini, karena
arusnya in dan out nya tidak terkonsep dan tidak memadai. Apalagi musim hujan, dari
atas sampai ke bawah 100% air itu membawa sampah yang langsung ke Situ
Lengkong, tidak ada pemecah tidak ada penampung, ini yang kami sesalkan.
Yuyus
sangat berharap, karena objek wisata religius Situ Lengkong ini akan menjadi
gerbangnya wisata religi di Jawa Barat, pihaknya ingin memberikan keamanan dan kenyamanan
bagi para wisatawan yang dating, supaya mereka lebih nyaman dan aman.
“Kalau
kondisinya seperti hari ini, kami buka ke area sini pun akan menjadi kemelut
permasalahan tiap hari, karena setiap hari minimal 10 bis masuk,” katanya.
Sementara
salah seorang pemilik warung di kawasan Situ Lengkong Panjalu, Iik Atikah
mengakui, total bon hutang kontraktor ke warungnya mencapai Rp31 juta.
“Alhamdulillah
berkat bantuan Pak Kades ada pembayaran Rp10 juta, jadi sekarang tersisa Rp21
juta lagi,” akunya seraya memperlihatkan catatan hutang.
Menurutnya,
jumah tersebut itu hanya hutang ke wearungnya, belum ke warung lainnya karena
bukan hanya warungnya yang dihutangi kontraktor. Hutang terakhir per bulan
Desember 2023, dari pihak perusahaan tidak ada komunikasi. Nominal tersebut untuk
makan pekerja, kopi, rokok sesama pekerja dan juga pekerja kantornya.
“Saya
berharap pihak perusahaan segera melunasi hutang-hutangnya kepada saya, karena sangat
menghambat usaha saya selama ini. Khususnya selama proyek ini usaha saya
terganggu, apalagi saat ini wisatanya belum dibuka, otomatis pendapatan saya
terganggu,” lirihnya.
Iik
pun mengakui, dirinya sempat mendatangi kantor PSDA di Tasik, namun
kedatangannya tidak menghasilkan solusi.
0 Comments