ciamiszone.com :
CIJEUNGJING,- Ribuan warga hadir dalam peringatan 10 tahun berdirinya Gong Perdamaian Dunia (World Peace Gong) di Kuta Galuh Purba Situs Karangkamulyan, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Minggu (9/9/2018).
Setelah 10 tahun berdiri, diharapkan Gong Perdamaian Dunia menjadi destinasi wisata internasional, apalagi Gong Perdamaian Dunia yang ada di Karangkamulyan ini merupakan gong terbesar dibansing gong lainnya di dunia.
Hal itu diungkapkan, Penggagas World Peace Gong, Irjen Pol (Purn) Anton Charliyan MPKN dalam acara peringatan HUT 10 tahun Gong Perdamaian Dunia di Karangkamulyan.
Menurutnya, gong yang dibuat dari leburan 400 bilah keris dengan diameter 3,3 meter itu, lebih panjang dari diameter gong perdamaian lainnya yang hanya 2,2 meter. Di badan gong perdamaian ini terdapat lambang-lambang agama di dunia dan bendera-bendera dari 200 negara anggota PBB.
“Saya bersama Pak H. Yoyo Tjuhaya menggagas gong perdamaian ini. Hanya berdua, sehingga bisa terwujud seperti sekarang ini. Sudah sepuluh tahun gong ini berdiri, menggaungkan semangat perdamaian ke seantero dunia. Dari 40 gong perdamaian di dunia yang ada, ini yang terbesar” jelasnya.
Menurut Anton, PBB baru berdiri tahun 1945, tapi Kerajaan Galuh sudah ada seruan perdamaian sejak abad ke-7. Sudah saatnya Gong Perdamaian ini menjadi tujuan wisata internasional. Para duta besar berbagai negara anggota PBB diundang ke sini. Dipasang berbagai bendera dari ratusan negara di dunia. Gong ini ditabuh hanya sekali setahun setiap tanggal 9 September.
Pertama kali Gong Perdamaian Dunia di Karangkamulyan ditabuh oleh sembilan orang tokoh yang didaulat, pada Rabu (9/9/2009), tepat pukul 09.09. Peresmian Gong Perdamaian Dunia ini didirikan seminggu setelah Ciamis dilanda gempa 7, 2 SR yang merusak ribuan rumah.
Anton Charliyan menjelaskan, ide dan gagasan berdirinya Gong Perdamaian Dunia di Kuta Galuh Purba di Situs Karangkamulyan ini atas pertimbangan Kerajaan Galuh merupakan kerajaan yang lahir dan besar dengan semangat perdamaian dan kebersihan hati (Galuh).
“Dalam sejarah Kerajaan Galuh tak dikenal perluasan kekuasaan melalui ekspansi. Makanya wilayah Galuh tersebut dari berbagai generasi, baik itu Galuh Purba (Abad ke-7) sampai Galuh Abad kesatu, wilayahnya tetap saja dari Ujung Kulon sampai Cilacap. Teritorialnya tidak bertambah tidak berkurang, tidak seperti Mataram maupun Sriwijaya,” jelas Anton.
Ketika muncul bibit-bibit perang saudara dalam kerajaan, Rama dan Resi turun mengingatkan kedua pihak (bersaudara) yang terlibat pertikaian.
“Dalam konsep pemerintahan Kerajaan Galuh, ada tiga peran yakni Ratu (Raja/eksekutif), Resi (yudikatif), dan Rama (Legislatif). Rama dan Resi bisa menurunkan raja dan mengangkat raja yang baru. Semacam trias politica. Itu sudah ada sejak era Kerajaan Galuh Purba,” katanya.
Dari berbagai literasi dan peninggalan sejarah, menurut Anton, pada tahun 737 masehi terjadi pertikaian antara Raden Manarah (Ciung Wanara) dari Galuh dengan Raden Sanjaya (Raja Kalingga).
Padahal mereka masih bersaudara satu turunan, pertikaian tersebut pun dapat memicu perang saudara. Akhirnya Resi dan Rama turun tangan mencari cara damai lewat musyawarah (sawala).
Musyawarah tersebut menghasilkan 10 seruan damai, yaitu Menyudahi permusuhan (mawusana panyatrawanan), Bekerjasama (atuntunan tangan), Saling membantu (paras paropakara), Menjalin persahabatan (mitra samaya), Tidak boleh balas dendam (paribhaksa), Penyelesaian dengan damai (telasaken apa kenak), Pertemuan/sialturahmi dan musyawarah (mapulung rahi), Semangat persaudaraan (kaharep saduluran), Tidak saling menyerang (parapura) dan Menghormati yang berhak (maryapada sakengsi tutu).
Dijelaskan Anton, perang saudara antara Ciung Wanara dan Rd Senjaya akhirnya tidak terjadi setelah ada seruan damai hasil musyarawarah di Kuta Galuh Purba Karangkamulyan. Tak ada gatrayuda (perang saudara) di Tatar Sunda.
“Ketika nusantara dilanda banyak fitnah dan ancaman pertikaian, terlebih menjelang Pileg dan Pilpres setelah pelaksanaan Pilkada Serentak. Ke-10 seruan damai peninggalan kearifan Kerajaan Galuh Purba guna mengatasi ancaman pertikaian (perang saudara), masih relevan dengan kondisi bangsa saat ini. Seruan damai dari Galuh ini masih relevan untuk mengatasi persoalan bangsa saat ini,” katanya.
Peringatan HUT Gong Perdamaian Dunia ke-10 ini juga dihadiri sejumlah raja dari berbagai belahan nusantara, utusan masyarakat adat, Kabuyutan Galuh, Kapolres Ciamis, AKBP Bismo Teguh Prakoso, unsur Forkompimda dan masyarakat termasuk wisatawan yang kebetulan berada di Situs Karangamuyan.
Peringatan 10 Tahun Gong Perdamain Mementum Ideal
Kepala Dinas Pariwisata Kabuoaten Ciamis, DR. H Toto Marwoto melalui Kabid Destinasi, Budi Kurnia mengakui, perigatan 10 tahun Gong Peramaian Dunia tahun ini meruakan momentum yang ideal untuk mewujudkan Obyek Wisata Karang kamulyan menjadi distinasi internasional.
“Kami sudah sejak awal berkeinginan keberadaan Gong Pramaian Dunia di kawasan Obyek Wisata Situs Karangkamulyan mejadi destinasi internasional. Gagasan Pak Anton sangat ideal karena sudah memenuhi syarat, Gong Perdamaian satu paket dengan Situs Karangkamulyan, menjadi satu kesatuan dengan variabel dan nilai sangat mendukung dan potensial,” tegas Budi.
Diakuinya, dengan hadirnya para raja dan juga tokoh lintas agama dalam peringatan 10 tahun Gong Peramiaan Dunia ini, menjadi momentum tepat menuju destinasi wisata dunia.
“Substansinya mulai ketemu dan mulai dimengerti, dari nilai hingga tempat di Ciamis untuk dunia. Karangkamulyan sudah mulai ditata sehingga dalam waktu yang tidak lama bisa untuk go international,” katanya.
Diakuinya, selama ini bayak kendala secara teknis yang dihadapi mulai dari publikasi, anggaran sampai ke will pemerintah dalam mewujudkan Karangkamulyan menjadi destinasi wisata dunia. (AndikST/cZ-01)*
0 Comments